Diawajib membayar kafarat (tebusan) sumpah, dengan cara memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian atau membebaskan budak. Imam Ibnu Qudamah dan Ibnu Baz melarang membayarnya dalam bentuk uang tunai. ( Mughni Ibnu Qudamah 11/256, Fatawa islamiyah 3/481). Jika tidak mampu, maka dia wajib berpuasa 3 hari berturut-turut.
Satudirham sendiri setara dengan 2,975 gram perak. Kafarat. Sedekah mencakup di antaranya pemberian dalam bentuk materi yaitu uang, harta, dan lain sebagainya juga berupa
Jikakeduanya kuatir akan (terganggu kesehatan) anaknya, boleh berbuka puasa dan wajib mengqadha’ serta membayar kafarat untuk tiap hari 1 mud yaitu 1/2 kati Irak (6 ons). Mengoperasikan harta dengan uang daerah tersebut 3. Tidak diperbolekan menjual sendiri dan tidak harus ditetapkan oleh yang mewakilkan.
Fast Money. Kafarat jima di siang hari bulan Ramadhan yaitu memerdekakan budak, puasa, atau memberi makan orang fakir miskin. Lalu, apakah kafarat jima bisa dibayar menggunakan uang? Bagaimana cara membayar kafarat jima dengan uang? - Umat Islam dilarang melakukan hubungan badan jima’ di siang hari bulan Ramadhan. Jika melanggar larangan tersebut, ia harus membayar kafarat dengan puasa atau memberi makan orang miskin. Lalu, bagaimana cara membayar kafarat jima dengan uang? Baca juga Bayar Zakat Penghasilan dari Gaji Kotor atau Gaji Bersih? Ini Penjelasannya Pengertian Kafarat Sebelum membayar, kita perlu mengetahui apa itu kafarat. Kafarat berasal dari bahasa Arab, yaitu kafran yang artinya menutupi. Maksud dari kata menutupi tersebut adalah menutupi dosa. Ada berbagai pelanggaran yang harus dibayar dengan kafarat, seperti zhihar, sumpah palsu, jima’ di siang hari bulan Ramadhan, dan sebagainya. Membayar kafarat bisa dilakukan dengan memerdekakan budak, puasa, atau memberi makan orang miskin. Ketentuan membayar kafarat tergantung pada pelanggaran yang dilakukan. Kafarat Jima di Siang Hari Bulan Ramadhan Urutan kafarat jima di siang hari bulan Ramadhan yaitu memerdekakan hamba sahaya perempuan yang beriman, berpuasa selama dua bulan berturut-turut, atau memberi makan kepada 60 orang miskin, masing-masing satu mud. Membayar kafarat jima ini dikelaskan dalam hadits. Dari Abu Hurairah, Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku siang hari di bulan Ramadhan.” Rasulullah bersabda, “Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan.” Dijawab oleh laki-laki itu, “Aku tidak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.” Dijawab lagi oleh laki-laki itu, “Aku tak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin.” HR. Abu Hurairah. Berdasarkan hadits di atas, membayar kafarat jima di siang hari bulan Ramadhan dilakukan sesuai dengan kemampuan dan urutannya. Cara Membayar Kafarat Jima dengan Uang Membayar kafarat jima di siang hari bulan Ramadhan dapat dilakukan dengan cara memberikan makanan kepada 60 fakir miskin. Menurut Mazhab Hambali dan Mazhab Syafi'i, kafarat jima dibayar dengan cara memberi makan 60 fakir miskin dalam satu hari, Sedangkan, menurut Mazhab Hanafi, kafarat dapat dibayar dengan memberi makan satu orang fakir miskin selama 60 hari. Makanan yang dimaksud adalah satu mud makanan pokok atau 6,75 ons. Menurut Mazhab Hanafi, kafarat dibayar dengan setengah sha’ gandum dan satu sha kurma. Sementara, menurut Mazhab Syafi'i, tiap fakir memperoleh satu mud dari berbagai makanan pokok. Namun, bolehkah membayar kafarat jima di siang hari bulan Ramadhan dengan uang? Ada dua pendapat terkait hal ini. Mazhab Hanbali dan Syafi’i tidak memperbolehkan konversi dalam bentuk uang. Harus memberikan berupa makanan pokok. Baca juga Sejarah Penulisan Al-Quran, Hingga Terkumpul Jadi Satu Mushaf Pendapat berbeda dari Mazhab Hanafi yaitu konversi diperbolehkan asalkan nilai atau nominalnya sama. Jadi, cara membayar kafarat jima dengan uang yaitu mengkonversi harga makanan pokok, yaitu satu satu mud makanan pokok ke harga saat ini. Jika bingung bagaimana menyalurkan kafarat, menitipkannya akan lebih baik. Kita juga bisa berkonsultasi tentang jumlah kafarat yang harus dibayarkan. hfz/harapanamalmulia Sumber Republika, NU Online Klik di sini untuk bayar kafarat jima dengan uang melalui Amal Mulia. Jl. Raya Cileunyi - Rancaekek Rt 01 Rw 04 Kec. Cileunyi kab. Bandung Jawa Barat 40394 Call Center 081 1234 1400
Secara bahasa, kaffârah Arab—sebagian kita mengenalnya dengan istilah kifârah atau kifarat—berasal dari kata kafran yang berarti menutupi’. Maksud menutupi’ di sana adalah menutupi itu kemudian dipergunakan untuk makna lain, bahkan untuk makna yang berseberangan, termasuk makna perbuatan yang tak sengaja, seperti kesalahan dalam membunuh, sebagaimana dikemukakan dalam Tahrîru Alfâzhit Tanbîh karya Abu Zakariya Muhyiddin ibn Syaraf al-Nawawi wafat 676 H [Damaskus, Darul Qalam 1408 H], cetakan pertama, jilid I, halaman 125.Mayoritas ahli bahasa menyebut, kata "kaffarah" juga masih satu rumpun dengan kata "kufur" atau "kufrun" karena kesamaan makna, yakni "menutupi," hanya saja berkonotasi negatif. Maksud menutupi’ di sini adalah menutupi hak yang semestinya kufur ini juga sering disandingkan dengan kata nikmat, yang berarti menutupi nikmat Allah dengan tidak menysukurinya. Namun, kufur yang paling besar adalah menutupi atau menentang keesaan Allah, kenabian, dan syariat. Demikian menurut menurut Syekh Zainuddin Al-Manawi dalam At-Tauqîf alâ Muhimmâtit Taârîf, Kairo, Alamul Kutub 1990 M], cetakan pertama, jilid I, halaman 282. Lebih populer, istilah kaffarah atau kafarat lebih dikenal sebagai penebus kesalahan, sanksi, atau denda atas pelanggaran yang dilakukan. Lihat A Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir, [Surabaya, Pustaka Progresif 2002 M], cetakan ke-25, halaman 1218. Kemudian, jika dilihat dari hakikatnya, kafarat hanya berhubungan dengan hak Allah sehingga harus dibedakan dengan diat yang merupakan hak sesama makhluk, antara lain hak keluarga korban fidyah adalah harta tebusan yang dipersembahkan karena Allah akibat kelalaian dalam beribadah, sebagai kafarat atas kelalaian dalam ibadah tersebut. Contoh dari kafarat ibadah puasa, bercukur, atau mengenakan pakaian yang dijahit saat ihram. Lihat Ahmad Mukhtar Abdul Hamid, Mujamul Lughah Al-Arabiyyah Al-Muashirah, [Kairo, Alamu Kutub 2008 M], cetakan pertama, jilid II, halaman 1682.Secara umum, fidyah terbagi atas dua, ada yang berupa takaran mud dan ada yang berupa dam. Fidyah yang berupa mud di antaranya adalah fidyah puasa orang tua, fidyah karena mengakhirkan qadha, mencabut satu helai rambut saat ihram, memotong satu kuku. Sedangkan fidyah yang berupa dam antara lain karena berburu hewan Tanah Haram, karena bersenggama saat ihram, mencukur rambut, mengenakan wewangian, memakai pakaian dijahit, memotong kuku, meninggalkan ihram dari miqat, menebang pohon Tanah Haram, meninggalkan thawaf qudum dan thawaf wada, dam tamattu dan demikian, fidyah adalah harta tebusan yang menjadi turunan dari kafarat. Sedangkan dam adalah turunan dari fidyah atau bentuk dari kafarat akibat pelanggaran dalam ibadah Syekh Ahmad bin Ahmad Al-Mahamili dalam Al-Lubab fîl Fiqhis Syâfii Madinah, Darul Bukhari 1416 H], terbitan pertama, halaman 184 menyebutkan bahwa secara umum kafarat ada empat 1 kafarat zhihar, 2 kafarat hubungan badan di bulan Ramadhan, 3 kafarat pembunuhan, dan 4 kifarat yamin. Itulah keempat jenis kafarat yang dikemukakan oleh Syekh Ahmad bin Ahmad. Hanya saja, dalam beberapa kitab yang lain, yaitu Al-Majmu Syarhul Muhadzab, ada jenis kafarat yang kelima, yakni kafarat haji. Ini artinya, terdapat perbedaan dalam memandang kafarat ini, salah satunya, disebabkan karena pelanggaran dalam ibadah haji oleh sebagian ulama tidak disebut sebagai kafarat, melainkan sebagai dam atau fidyah. Dengan kata lain, dam merupakan bentuk kafarat dalam pelanggaran ibadah haji sehingga dalam penggunaannya bisa saling menggantikan. Bentuk kafarat sendiri bisa dengan memerdekakan budak, berpuasa, atau memberi makan orang miskin. Dalam praktiknya, ada kafarat yang harus berurutan, ada yang boleh dipilih salah satunya sebagaimana petikan berikutوَيَدْخُلُ الْعِتْقُ بِهَا فِي نَوْعَيْنِ الْأَوَّلُ الْكَفَّارَةُ تَرْتِيبًا بِنَصْبِهِ تَمْيِيزًا وَهُوَ كَفَّارَةُ الظِّهَارِ وَالْقَتْلِ وَالْجِمَاعِ فِي نَهَارِ رَمَضَانَ وَالثَّانِي الْكَفَّارَةُ تَخْيِيرًا وَهُوَ كَفَّارَةُ الْيَمِينِ Artinya, “Masuknya memerdekakan budak ke dalam kafarat terbagi menjadi dua keadaan. Pertama, ke dalam kafarat yang harus dilakukan berurutan dan dibedakan pelaksanaannya, yakni kafarat zhihar, kafarat pembunuhan, dan kafarat hubungan badan sengaja di siang hari. Kedua, masuk ke dalam kafarat yang boleh dipilih, yakni kafarat yamin sumpah,” Lihat Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnâl Mathâlib fî Syarhi Raudhatit Thâlib, [Tanpa catatan kota, Darul Kitab Al-Islami], tanpa tahun, jilid III, mulai dari halaman 362.Pertama, kafarat zhihar. Kata zhihar sendiri diambil dari kata zhahr yang berarti punggung’. Kemudian, istilah ini dipergunakan ketika ada seorang suami menyamakan punggung istrinya dengan punggung ibunya, seperti mengatakan, “Bagiku, engkau seperti punggung ibuku.” Hanya bagian tubuh punggung yang disamakan, bukan yang lain, sebab hanya bagian itu yang biasa dipakai menggendong. Hukumnya haram dilakukan berdasarkan ayat yang artinya, “Orang-orang yang menzhihar istrinya di antara kamu, menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal istri mereka itu bukanlah ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun,” Surat Al-Mujadilah ayat 2.Pada zaman Jahiliyyah, zhihar menjadi cara menceraikan istri seperti halnya ilâ. Namun, setelah Islam datang, hukumnya diharamkan dan pelakunya terkena kafarat jika ingin menarik kembali ucapannya berdasarkan lanjutan ayat di atas, “Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka wajib atasnya memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” Surat Al-Mujadilah ayat 2.يَحْرُمُ بِوُجُوبِ الْكَفَّارَةِ لَهُ وَطْءٌ مِنْ الْمُظَاهِرِ حَتَّى يُكَفِّرَ بِالْإِطْعَامِ أَوْ غَيْرِهِArtinya, “Dengan adanya kewajiban kafarat, haram bagi suami yang melakukan zhihar berhubungan badan sampak zhiharnya ditutupi atau dikafarati dengan memberi makanan atau yang lainnya,” Lihat Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnâl Mathâlib fî Syarhi Raudhatit Thâlib, [tanpa kota, Darul Kitab Al-Islami tanpa tahun], jilid II, mulai dari halaman 360. Adapun kafaratnya adalah memerdekakan seorang budak perempuan mukmin yang normal tanpa cacat. Jika tidak mampu, seseorang harus berpuasa selama dua bulan tidak mampu, ia harus memberi makanan kepada enam puluh orang miskin, masing-masing satu mud, berdasarkan ayat berikut, “Barangsiapa yang tidak mendapatkan budak, maka wajib atasnya berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa wajiblah atasnya memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih,” Surat Al-Mujadilah ayat 2-4.Berbeda dengan kafarat yang lain, kafarat zhihar tidak memberi pilihan. Artinya, ketiga bentuk kafaratnya harus ditempuh sesuai urutan dan kemampuan, sebagaimana di atas. Wallahu alam. bersambung…Ustadz M Tatam Wijaya, Pengasuh Majelis Taklim Syubbanul Muttaqin Jayagiri, Sukanegara, Cianjur, Jawa Barat.
membayar kafarat dengan uang